Menyulam Asa dalam Sunyi, Bekal Menempuh Perjalanan S3 di Negeri Sendiri

waktu baca 5 menit
Senin, 21 Jul 2025 06:40 0 37 Redaksi

Kolom|Eranews.id – Ada perjalanan yang tak terukur oleh kalender akademik, tak tertakar oleh jumlah halaman disertasi. Ia tumbuh diam-diam, merambat perlahan dalam keheningan, namun mengguratkan jejak mendalam dalam jiwa, itulah perjalanan S3. Tidak semua orang dipanggil untuk menapakinya, dan dari yang terpanggil pun, tak semua sanggup bertahan. Sebab pendidikan doktor bukan sekadar perkara data dan teori, melainkan tentang menjadi manusia yang utuh dalam pusaran ilmu, waktu, tanggung jawab, dan keterbatasan hidup.

Banyak kisah indah datang dari mereka yang menempuh S3 di luar negeri—tentang salju yang jatuh di jendela laboratorium, ruang riset berteknologi tinggi, dan beasiswa penuh yang meringankan beban biaya. Namun tulisan ini bukan tentang mereka. Ini adalah tentang perjuangan yang sunyi tapi kuat; tentang mereka yang menapaki tangga ilmu di negeri sendiri, di tengah suara tangis anak, laporan pekerjaan, dan pengabdian pada keluarga yang tak pernah henti menuntut.

Setiap langkah pada jalur ini lahir dari panggilan batin yang mendalam. Pendidikan doktor di tanah air kerap dimulai bukan dari peta hidup yang terencana sejak awal, tapi dari keberanian mengambil langkah baru di tengah hidup yang telah sarat peran. Banyak yang memulainya ketika rambut telah mulai beruban, ketika tugas rumah tangga dan pekerjaan telah menumpuk, ketika waktu pribadi menjadi barang mewah. Namun justru di situlah letak keindahan perjalanan ini, semangat belajar yang tak mengenal usia, ketekunan yang tak tunduk pada keadaan.

Makna sejati dari pendidikan doktor tidak terletak pada gelar di awal nama. Ia adalah latihan panjang dalam konsistensi dan kesabaran, medan uji bagi keyakinan dan daya tahan. Ia adalah perjalanan batin menuju versi terbaik diri sendiri. Di titik-titik paling sunyi, ketika semangat mulai meredup, ketika draf disertasi tak kunjung bergerak, ketika bimbingan akademik tertunda oleh urusan keluarga atau pekerjaan—di sanalah proses ini menunjukkan wajah sejatinya. Bahwa kekuatan seorang pejuang disertasi tak hanya terletak pada kecerdasan, tetapi pada keteguhan hati untuk terus melangkah.

Proses ini bukan sekali dua kali menguji. Setiap pekan, setiap bulan, ada tantangan yang datang silih berganti. Revisi yang tak kunjung selesai. Anak yang sakit tepat saat batas waktu pengumpulan mendekat. Bimbingan yang tertunda oleh rapat tak terduga. Ketika rasa percaya diri runtuh hanya karena satu catatan merah dari penguji, saat itulah harapan menjadi nyala kecil yang paling berharga. Harapan bahwa proses ini akan tiba di ujung. Harapan bahwa semua jerih payah akan bermuara pada tumbuhnya pribadi yang lebih matang, lebih dalam.

Tempat berlangsungnya perjuangan ini bukan sekadar ruang kuliah atau laboratorium. Ia tersebar di seluruh penjuru kehidupan. Di ruang tamu, saat anak merengek ingin ditemani bermain, sementara jurnal harus segera dibaca. Di dapur, di antara wajan dan panci, pikiran melayang pada metodologi penelitian. Di malam-malam sunyi, saat semua tertidur dan hanya lampu meja belajar yang menyala. Perjalanan ini terjadi di sela-sela kehidupan nyata, dan justru karena itu, ia begitu bermakna.

Mereka yang menjalani proses ini datang dari latar belakang yang beragam. Ada dosen yang menyelesaikan S3 sambil mengajar dan mengurus akreditasi. Ada ibu rumah tangga yang menulis disertasi di sela menyusui dan mengurus rumah. Ada pegawai yang mencuri waktu di antara tugas kantor. Mereka bukan sekadar mahasiswa, mereka adalah pejuang kehidupan. Mereka yang memilih menempuh jalan sunyi demi menyempurnakan tanggung jawab intelektual dan spiritualnya sebagai insan pembelajar.

Apa yang membuat mereka tetap bertahan di tengah derasnya tuntutan hidup? Jawabannya tak selalu tertulis di buku teori. Mereka berjalan dengan bekal yang datang dari kedalaman jiwa. Karakter moralitas yang menjadikan seluruh proses ini sebagai bentuk ibadah. Saat akal menemui kebuntuan, jiwa bersandar pada Sang Maha Tahu. Dalam setiap sujud, ada air mata yang jatuh membawa serta doa untuk kekuatan, untuk kemudahan.

Lalu karakter kinerja, keberanian untuk terus melangkah, meski pelan. Ketekunan untuk membuka kembali berkas yang sudah terlalu lama diabaikan. Ketulusan untuk menerima bahwa setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Tidak membandingkan langkah sendiri dengan keberhasilan orang lain, melainkan berpacu pada ritme diri, pada progress yang mungkin tak kasat mata namun terus bergerak.

Dan tentu saja, kompetensi. Kemampuan membaca dan menelaah literatur, menyusun argumen akademik, memahami data, menulis ilmiah dengan presisi, dan memanfaatkan teknologi yang terus berubah. Semua itu bukan soal bakat, tapi soal keinginan untuk terus belajar, untuk tumbuh. Kecakapan akademik perlu dirawat, diasah, dan ditumbuhkan seiring waktu.

Namun bekal yang paling sering dilupakan adalah menjaga keseimbangan hidup. Tak sedikit mahasiswa doktoral yang jatuh bukan karena gagal akademik, melainkan karena runtuh secara fisik dan mental. Pola makan yang berantakan, jam tidur yang porak-poranda, pikiran yang terus-menerus tertekan. Padahal tubuh adalah rumah dari seluruh perjuangan ini. Ruhani adalah lentera yang menerangi langkah-langkah kecil kita. Merawat keduanya bukanlah kemewahan, tapi keharusan.

Di akhir jalan ini, kita akan menyadari bahwa disertasi yang baik bukanlah disertasi yang sempurna. Ia adalah disertasi yang selesai. Ia adalah bukti bahwa seseorang telah bertahan dalam perjalanan panjang yang sunyi, namun penuh makna. Ia adalah cermin dari diri yang telah ditempa oleh waktu, ujian, dan ketulusan.

Dan jika engkau sedang menjalani proses ini sekarang—jangan menyerah. Jangan padam. Kau tidak sendirian dalam jalan ini. Ribuan hati sedang berjuang bersama, dalam diam, dalam malam, dalam harapan. Teruslah menulis, teruslah bertanya, teruslah bergerak, meski perlahan. Sebab di ujung jalan ini, bukan hanya gelar yang menanti, tapi versi terbaik dari dirimu yang lahir karena keteguhanmu untuk tidak berhenti.

Oleh : Jaharuddin, 130725
#RefleksiPerjalananS3

LAINNYA