Belajar yang Tak Pernah Usai

waktu baca 5 menit
Rabu, 11 Jun 2025 10:18 0 52 Redaksi

Kolom|Eranews.id – Di dunia yang terus bergerak tanpa jeda, perubahan bukan lagi peristiwa—ia telah menjadi ritme harian. Dunia tak lagi menunggu siapa pun. Ia melaju seperti air bah, tak peduli siapa yang bersiap, siapa yang tertinggal.

Di tengah riuh ini, satu pertanyaan abadi mengendap dalam benak kita, bagaimana agar tak terhempas?
Jawabannya sederhana, namun tak selalu mudah:
Teruslah belajar.

Belajar bukan karena dunia memaksa, tapi karena hati kita tahu, hidup yang tidak bertumbuh, adalah hidup yang perlahan-lahan merapuh.
*

Ada masa, ketika kita merasa cukup.
Cukup dengan gelar, cukup dengan keahlian yang telah kita pupuk bertahun-tahun. Kita berdiri di puncak kecil prestasi dan berkata dalam diam, “Inikah akhirnya?”

Namun kenyataan selalu mengetuk. Lembut, lalu keras. Dunia berganti rupa. Teknologi menjelma. Peran manusia bergeser. Hal-hal yang dulu menjadi andalan, kini perlahan menjadi barang museum. Dan kita tertegun,
“Mengapa aku tak lagi relevan?”

Di sinilah letak kejujuran terdalam dalam hidup—mengakui bahwa apa yang dulu bernilai, kini mungkin hanya nostalgia.

Tapi jangan salah. Tidak ada yang sia-sia. Tidak satu pun.
Semua yang pernah kita pelajari adalah fondasi. Ia bukan tujuan akhir, melainkan batu pijakan. Dan dari sana, kita bisa melompat lebih tinggi—jika kita mau.
*

Bayangkan seseorang yang telah lama mengasah keterampilannya. Ia bukan pemula. Ia tahu rasanya gagal. Ia tahu pahitnya bertahan. Ketika ia belajar hal baru, ia tak lagi mulai dari nol. Ia memulai dari 30, dari 40, atau bahkan dari 70. Ia membawa serta bekal intuisi, naluri, dan kepekaan yang telah terasah waktu.

Sementara mereka yang baru mulai, memulai dari awal.
Dan itulah keindahan hidup, kita tidak memulai dari tempat yang sama, tetapi kita semua bisa bergerak menuju arah yang lebih baik.

Maka tidak perlu iri, tidak perlu menyesal.
Yang penting adalah, jangan berhenti.
Karena hidup yang baik bukan hidup yang sudah sampai, melainkan hidup yang terus mencari makna.
*

Belajar, di zaman ini, bukan hanya tentang sekolah, gelar, atau ruang kelas.
Belajar adalah keberanian untuk berkata: “Aku belum tahu. Tapi aku ingin tahu.”

Belajar adalah kerendahan hati untuk meletakkan ego, dan mengakui bahwa dunia ini terlalu luas untuk ditaklukkan seorang diri.
Ada orang-orang yang bangga dengan gelar, tetapi takut mengambil keputusan.

Ada orang-orang yang mengoleksi sertifikat, tetapi rapuh saat dihadapkan pada kenyataan.

Ada pula yang tak memiliki gelar apa-apa, tetapi langkahnya mantap, pikirannya jernih, dan hatinya besar—karena ia terus bertumbuh.

Hari ini, dunia tak hanya butuh orang pintar.
Ia butuh orang yang lentur. Yang mau berubah. Yang tidak mudah panik saat arah angin berpaling.
*

Kita hidup dalam masa yang luar biasa cepat.
Baru saja belajar teknologi A, besok sudah muncul teknologi B.
Baru saja nyaman dengan metode lama, kini semua dipaksa bergeser ke ruang digital, ke kecerdasan buatan, ke ekosistem yang tak kasat mata.

Dan benar, mungkin kita merasa lelah.
“Tak selesai-selesai, ya, proses belajar ini?”
Tapi bukankah kehidupan itu sendiri adalah sekolah?
Bukankah setiap peristiwa adalah kurikulum?
Dan bukankah setiap jatuh, setiap luka, setiap keberhasilan pun adalah ujian?

Jika begitu, proses belajar hanya benar-benar selesai saat nafas terakhir terhembus.
Saat kita tak lagi bangun di pagi hari, tak lagi punya kesempatan untuk berubah.
*

Lihatlah para atlet muda kita.
Sebut saja mereka yang membela tanah air di lapangan hijau. Mereka tenang, saat sorot jutaan mata menatap mereka. Mereka presisi, saat detik-detik menentukan segalanya. Mereka tidak gugup. Tidak goyah. Mengapa? Karena mereka bukan hanya berlatih fisik. Mereka berlatih hati. Mereka punya soft skill yang kuat: fokus, ketenangan, kesabaran. Mereka punya life skill yang jarang diajarkan di sekolah: konsistensi, disiplin, dan keberanian mengambil tanggung jawab. Mereka juga punya hard skill yang tajam dan terus diasah.

Hasil luar biasa tidak datang dari setahun dua tahun. Ia buah dari proses panjang, dari kegagalan demi kegagalan, dari jam-jam yang dihabiskan diam-diam saat dunia tidur.
Dan yang lebih istimewa—mereka tidak pernah merasa selesai belajar.
*

Kita semua bisa belajar dari mereka.
Kita tak harus berada di lapangan bola, tak perlu menjadi pahlawan nasional.

Di bidang kita masing-masing, kita bisa menjadi versi terbaik diri sendiri.
Entah Anda seorang guru, pengusaha, ibu rumah tangga, pekerja kreatif, santri, aktivis, atau buruh harian—semua butuh belajar. Semua butuh lentur menghadapi zaman. Semua butuh semangat untuk tidak berhenti.

Dan yang paling penting, belajar tidak selalu berarti menambah.
Kadang, belajar adalah mengurangi:
– Mengurangi keluhan.
– Mengurangi ketakutan yang tak berdasar.
– Mengurangi rasa paling tahu.
– Mengurangi gengsi untuk kembali jadi murid.
*

Sungguh, dalam dunia yang makin tak pasti ini, hanya satu hal yang pasti:
Mereka yang berhenti belajar, akan tergantikan.
Bukan karena mereka tidak pintar, tetapi karena mereka enggan berubah.

Sementara mereka yang terus belajar—meski lambat, meski terseok—akan selalu menemukan jalan. Karena mereka tahu, tujuan bukanlah menjadi yang paling hebat, tapi menjadi yang paling bertahan.
*

Jadi, jika hari ini engkau merasa tertinggal, jangan takut.
Jika engkau merasa tak punya cukup, tak apa.
Yang penting adalah, jangan diam. Jangan biarkan harapanmu membeku oleh ketakutan. Jangan biarkan potensimu mati oleh rasa cukup semu.

Belajarlah—dengan hati yang tulus.
Bertumbuhlah—dengan langkah kecil yang terus dilanjutkan.
Dan percayalah, hidup akan memberi tempat terbaik, bagi mereka yang tidak berhenti memperbaiki diri.
*

Selamat bertumbuh.
Dunia sedang menunggumu,
bukan untuk menjadi sempurna,
tetapi untuk menjadi lebih baik, setiap harinya.

penulis : Jahrudin
Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Jakarta

LAINNYA