Ekonomi|Eranews.id – Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang telah resmi menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang dikenal dengan Sritex, sebagai perusahaan pailit. Putusan ini tercatat dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Keputusan tersebut membawa implikasi besar, terutama bagi industri tekstil di Indonesia serta para pemangku kepentingan dan mitra bisnis perusahaan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon bersama Abraham Devrian dan rekan. Adapun para termohon dalam perkara tersebut meliputi:
Putusan dari PN Niaga Semarang menyatakan secara tegas bahwa keempat perusahaan ini, termasuk Sritex, dinyatakan pailit dengan segala akibat hukum yang menyertainya. Petitum dari putusan ini menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut harus tunduk pada aturan hukum pailit di Indonesia.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak manajemen PT Sritex terkait putusan pailit yang telah dijatuhkan. Sebelumnya, rumor mengenai kondisi finansial Sritex sudah beredar di pasar. Namun, manajemen sempat membantah dan menegaskan bahwa perusahaan masih dalam kondisi operasional yang terkendali.
Meski demikian, putusan ini menjadi sinyal bahwa Sritex dan entitas terkait menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kewajiban keuangan mereka kepada kreditur. Hal ini membuka pertanyaan baru mengenai kelanjutan operasional, restrukturisasi utang, dan potensi penyelamatan perusahaan melalui skema tertentu.
PT Sritex merupakan salah satu pemain besar di industri tekstil nasional dan internasional, dengan bisnis yang mencakup dari hulu hingga hilir. Status pailit ini diperkirakan akan memberikan beberapa dampak signifikan, antara lain:
Proses pailit yang ditetapkan oleh PN Niaga Semarang membuka peluang untuk dilakukan restrukturisasi utang melalui proses kurator. Beberapa opsi seperti penjualan aset, merger, atau pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) lanjutan dapat ditempuh guna menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan total.
Pemerintah juga diharapkan dapat terlibat melalui kebijakan dan stimulus ekonomi untuk mendukung industri tekstil yang terkena dampak dan mencegah efek domino bagi sektor terkait lainnya. Selain itu, dukungan dari perbankan dan pemangku kepentingan diperlukan agar industri tekstil Indonesia tetap kompetitif di tengah situasi global yang tidak menentu (red).