Lebak|Eranews.id – Situasi di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, sempat memanas setelah muncul dugaan tindakan kekerasan fisik oleh kepala sekolah terhadap seorang siswa yang kedapatan merokok di sekitar lingkungan sekolah. Insiden ini memicu aksi mogok belajar massal oleh ratusan siswa, sebelum akhirnya kegiatan belajar mengajar (KBM) kembali berjalan normal setelah mediasi pemerintah daerah dan pihak sekolah.
Peristiwa berawal pada Jumat, 10 Oktober 2025, ketika seorang siswa kelas XII, Indra Lutfiana Putra, tertangkap tengah merokok di area belakang warung dekat sekolah. Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, kemudian menegur dan menindak siswa tersebut. Namun, dalam prosesnya, diduga terjadi tindakan penamparan yang memicu reaksi luas di kalangan siswa.
Sebagai bentuk solidaritas dan protes, sekitar 630 siswa dari total 640 siswa SMAN 1 Cimarga memilih mogok belajar pada Senin (13/10) dan Selasa (14/10). Para siswa menuntut agar kepala sekolah dinonaktifkan sementara dan meminta adanya kejelasan penanganan kasus.
Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) menurunkan tim investigasi untuk melakukan klarifikasi dan memastikan kondisi sekolah kembali kondusif. Kepala sekolah kemudian dinonaktifkan sementara selama proses pemeriksaan berlangsung.
Wakil Gubernur Banten, Achmad Dimyati Natakusumah, dalam keterangannya menyebut bahwa tindakan disiplin harus dilakukan dengan pendekatan edukatif.
“Kami mendukung langkah penonaktifan sementara kepala sekolah agar proses belajar tidak terganggu. Sekolah harus menjadi tempat aman dan nyaman bagi siswa,” ujar Dimyati.
Sementara itu, PGRI Kabupaten Lebak juga meminta agar semua pihak mengambil pelajaran dari peristiwa ini dan bersama-sama menata kembali suasana pendidikan yang harmonis tanpa kekerasan.
Setelah dilakukan mediasi antara siswa, orang tua, dan pihak sekolah, kegiatan belajar di SMAN 1 Cimarga mulai kembali berjalan normal sejak Rabu (15/10). Menurut laporan terbaru, sekitar 99 persen siswa telah kembali ke kelas.
Kepala Sekolah Dini Fitria, yang sempat menjadi sorotan, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan mengakui adanya kekhilafan dalam menangani situasi tersebut.
“Saya menyesal atas tindakan spontan itu. Saya mohon maaf kepada siswa dan seluruh pihak. Ini menjadi pelajaran penting bagi saya dan seluruh tenaga pendidik,” ungkap Dini dalam pernyataannya.
Kasus di SMAN 1 Cimarga menjadi bahan refleksi nasional mengenai batas antara tindakan disiplin dan kekerasan fisik dalam dunia pendidikan. Banyak pihak menilai, sekolah perlu memperkuat pendekatan humanis dan berbasis karakter, alih-alih hukuman fisik.
Kasus SMAN 1 Cimarga menjadi pengingat penting bahwa dunia pendidikan harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, keadilan, dan etika. Disiplin tetap dibutuhkan, namun harus dijalankan dengan pendekatan yang membangun karakter, bukan menakut-nakuti.
Dengan pembelajaran yang diambil dari kasus ini, diharapkan seluruh sekolah di Indonesia dapat memperkuat budaya positif, empatik, dan tanpa kekerasan, demi mencetak generasi muda yang berkarakter kuat dan berakhlak baik (rils).