LIFE | ERANEWS.ID – Upaya untuk mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC) terus menjadi fokus utama dalam reformasi kesehatan di Indonesia sejak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai diberlakukan pada bulan Januari 2014 oleh BPJS Kesehatan. Namun, berbagai kendala terus bermunculan, terutama di bidang kepesertaan dan pembiayaan, yang mempengaruhi pencapaian pemerataan layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Tim Penyusun Pendapat BPK (2021), kepesertaan yang tidak terintegrasi dan validasi data yang tidak optimal merupakan isu penting dalam sistem JKN. Sistem database kepesertaan yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem database lembaga lain membuat validasi dan pemutakhiran data tidak dapat dilakukan secara real-time. Tantangan ini diperparah dengan fakta bahwa identitas kepesertaan belum dinyatakan sebagai syarat untuk mendapatkan layanan publik yang lebih besar, sehingga menghambat efisiensi dan kecepatan layanan.
Selain itu, dari segi pembiayaan, penyakit katastropik seperti penyakit jantung dan kanker merupakan penyakit dengan biaya tertinggi, sehingga menimbulkan beban keuangan bagi BPJS Kesehatan. Meskipun BPJS Kesehatan dapat membayar sebagian besar biaya kesehatan, masih ada beberapa biaya tak terduga seperti biaya transportasi untuk perawatan yang harus ditangani oleh peserta miskin secara terpisah. Dengan kata lain, peserta masih harus membayar biaya-biaya ini sendiri, dan ini bisa menjadi beban tambahan bagi individu dengan keterbatasan finansial.
Berbagai kesenjangan dalam pelayanan kesehatan juga perlu diatasi. Salah satu aspek ketidakadilan adalah kualitas layanan yang bervariasi antar fasilitas kesehatan. Kualitas layanan kesehatan yang buruk dapat menyebabkan kelompok yang disubsidi mengalami biaya tidak langsung yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini menunjukkan ketidakadilan dalam sistem pembiayaan kesehatan, karena kelompok yang lebih miskin secara ekonomi harus membayar proporsi yang tidak proporsional dari pendapatan mereka untuk layanan kesehatan.
Salah satu solusi yang diusulkan untuk mengurangi ketidakseimbangan ini adalah memperkuat layanan kesehatan primer dengan meningkatkan kualitasnya. Upaya untuk memberikan layanan kesehatan yang berkualitas dapat dilakukan jika layanan kesehatan dapat mengelola sumber daya mereka dengan baik. Dengan demikian, penyedia layanan kesehatan dapat memprioritaskan alokasi sumber daya untuk memberikan layanan yang lebih terfokus dan berkualitas kepada pasien.
BPJS Kesehatan kemudian memperkenalkan sistem pembayaran KBK (Kapitasi Berbasis Kinerja) dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di layanan kesehatan primer. KBK diimplementasikan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja layanan kesehatan primer melalui pemantauan kinerja dan mengaitkannya dengan pembayaran kapitasi bulanan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi layanan kesehatan primer. Meskipun telah terjadi peningkatan akses dan konsumsi layanan kesehatan sejak diluncurkannya JKN pada tahun 2014, pencapaian ini masih jauh dari tujuan JKN untuk mewujudkan pemerataan kesehatan.
Oleh karena itu, penelitian sebelumnya yang dilakukan Aryani, Bachtiar, & Candi (2023) menjelaskan ada kebutuhan untuk terus memantau kinerja Layanan Kesehatan Primer, yang sangat penting untuk meminimalkan kesenjangan dalam layanan kesehatan sebagai tujuan mendasar JKN. KBK telah diperkenalkan dengan tiga indikator sejak tahun 2016, yang menunjukkan kinerja layanan Kesehatan Primer yang lebih baik dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi di tingkat layanan awal. Namun, dari ketiga indikator kinerja KBK Layanan Kesehatan Primer, hanya indikator rasio rujukan non-spesialis yang tercapai secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa indeks yang digunakan perlu mencerminkan kondisi geografis dan kepadatan penduduk untuk mendapatkan keadilan layanan kesehatan yang lebih baik.
Untuk lebih meningkatkan efektivitas KBK, harus ada perubahan dalam sistem pengumpulan data dan integrasi yang lebih besar antara BPJS Kesehatan dan lembaga lainnya. Kerja sama lintas sektoral sangat penting untuk memperkuat mekanisme iuran dan memastikan kolektabilitas dan validitas tarif iuran. Kontribusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus ditingkatkan untuk mendukung pembiayaan Program JKN, terutama dari kelompok peserta lainnya selain aparatur negara. Penerapan KBK dalam skema JKN merupakan langkah penting menuju pemerataan layanan kesehatan di Indonesia. Meskipun masih terdapat berbagai kendala, kolaborasi yang kuat antara pemerintah, institusi kesehatan, dan masyarakat sangat penting untuk menghilangkan ketidaksetaraan dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Melalui komitmen bersama, visi pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud sesuai dengan tujuan Jaminan Kesehatan Nasional. (Red)
Referensi:
Aryani, A. D., Bachtiar, A., & Candi, C. (2023). Primary Health Care Performance Indicators Model In A Performance-Based Capitation Scheme To Measure National Health Insurance Health Service Equity (Protocol Study). medRxiv, 2023-06.
Tim Penyusun Pendapat BPK (2021). Pendapat BPK pengelolaan atas penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional. 1st edn. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. ISBN 978-602-60809-5-0.