Pendidikan Indonesia: Menuju Transformasi atau Sekadar Perubahan Formalitas?

waktu baca 3 menit
Selasa, 21 Okt 2025 11:02 0 35 Redaksi

Pendidikan|Eranews.id – Dunia pendidikan di Indonesia tengah menghadapi persimpangan yang penting. Di satu sisi, terdapat agenda ambisius seperti menuju target Indonesia Emas 2045 yang membutuhkan sumber daya manusia unggul, kreatif, dan adaptif.Di sisi lain, realitas di lapangan menunjukkan banyak persoalan struktural dan operasional yang belum tuntas — hingga menimbulkan pertanyaan: apakah perubahan yang terjadi benar-benar mendasar, atau hanya kosmetik?

Salah satu persoalan yang tak bisa diabaikan adalah ketimpangan antar-wilayah, antar-sekolah, serta antar-siswa. Misalnya, sekolah di wilayah terpencil masih menghadapi keterbatasan infrastruktur, guru, akses internet, dan sarana belajar yang memadai. Studi dan laporan media juga menunjukkan bahwa kualitas hasil belajar berbeda jauh antar daerah: di beberapa wilayah hanya kurang dari 40 % siswa yang mencapai standar minimum literasi/numerasi, sementara di tempat lain angkanya bisa mencapai 70 %.

Ketimpangan ini bermuara pada ketidakadilan pendidikan — padahal pendidikan sejatinya adalah hak dasar warga negara sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Bila banyak anak lahir dan tumbuh tanpa mendapat layanan pendidikan layak, maka potensi nasional akan terbuang begitu saja.

Kurikulum nasional telah mengalami beberapa perubahan dalam dekade terakhir — termasuk program Kurikulum Merdeka yang memberi keleluasaan lebih bagi sekolah dan guru. Namun, perubahan kurikulum saja tidak cukup bila sistem pembelajaran belum menyesuaikan dengan kebutuhan zaman: pemanfaatan teknologi, keterampilan abad 21 (kritik, kolaborasi, kreativitas), dan hubungan yang jelas antara lulusan dengan dunia kerja.

Indonesia masih tertinggal dalam hasil tes internasional seperti PISA: misalnya skor membaca di Indonesia tahun 2022 adalah 359, jauh di bawah beberapa negara kawasan. Di dunia kerja, banyak lulusan yang belum siap secara kompetensi—baik karena kurikulum yang terlalu teoritis ataupun kurangnya pelatihan yang relevan.

Transformasi pendidikan sangat bergantung pada kualitas guru, serta bagaimana sekolah dikelola dan didukung. Beberapa laporan menyebut bahwa meskipun kebijakan seperti beban administratif guru dikurangi, guru di daerah masih kurang mendapat kesempatan pelatihan dan pengembangan profesional.

Manajemen sekolah juga penting: sekolah yang dijalankan dengan baik bisa menjadi pusat perubahan. Namun jika sekolah kekurangan sumber daya atau pemimpin sekolah kurang diberdayakan, maka semua agenda besar akan sulit diterapkan.

Kebijakan pendidikan di Indonesia cenderung berganti cepat—dengan menteri baru, kurikulum baru, program baru. Hal ini bisa membuat guru dan sekolah “terlambat naik kereta”, atau bahkan terpaksa berubah sebelum sistem sebelumnya sempat berjalan efektif. Ini menimbulkan risiko bahwa perubahan lebih bersifat administratif daripada substansi.

Meski banyak tantangan, ada juga titik terang. Pentingnya pemerataan pendidikan sudah semakin disadari, begitu pula pentingnya penguatan karakter, literasi dan numerasi, serta penguatan sarana-prasarana sekolah.

Beberapa hal yang menurut saya perlu menjadi fokus dalam transformasi pendidikan Indonesia adalah:

  • Memprioritaskan pemerataan sumber daya: guru berkualitas, sarana/prasarana layak, teknologi yang memadai hingga ke wilayah tertinggal.

  • Mengaitkan pendidikan dengan relevansi dunia nyata: bukan hanya menghafal, tetapi belajar untuk berpikir, bertindak, memecahkan masalah.

  • Menjamin stabilitas kebijakan dan kontinuitas: agar setiap sekolah punya waktu cukup untuk menerapkan perubahan, bukan berubah tiap saat.

  • Memberdayakan guru dan sekolah sebagai agen perubahan: bukan hanya sebagai pelaksana administrasi, tetapi sebagai mitra aktif pembangunan pendidikan.

  • Memastikan nilai humanis pendidikan tetap terjaga: pendidikan bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi pembentukan karakter, tanggung jawab sosial, dan kemanusiaan.

Pendidikan Indonesia saat ini berada di titik yang sangat penting: bila dikelola dengan baik, bisa menjadi pilar kemajuan besar bagi bangsa; bila tidak, ketimpangan dan ketidakrelevanan akan terus menghambat potensi generasi muda. Sejauh mana kita benar-benar mengubah bukan hanya apa yang diajarkan, tetapi bagaimana dan mengapa diajarkan, akan menentukan masa depan pendidikan kita.

Mari kita berharap bahwa transformasi pendidikan bukan sekadar perubahan formalitas, tetapi perubahan yang nyata—yang menjadikan setiap anak Indonesia berpeluang untuk tumbuh, berkembang, dan berkontribusi bagi bangsa dengan penuh percaya diri (red).

Penulis: Wahyu Mustajab, M.Pd 

Guru dan Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia 

LAINNYA